Friday, 12 July 2013

Masa kecilku, Puasa tanpa makna



Saat bulan puasa seperti ini saya terkenang pengalaman menjalani puasa masa kecil. Walaupun lahir di kota Ciamis tetapi masa kecil saya dihabiskan di daerah Pangandaran, tepatnya kampung Pajaten desa Cikembulan.  Karena berbatasan dengan daerah Jawa Tengah sebagian masyarakatnya ada yang dari suku Sunda dan sebagian suku Jawa. Teman masa kecil campur diantara kedua suku tersebut sehingga sayapun rada mengerti kalo ada yang berbicara dalam bahasa Jawa.

Salah satu teman dekat semasa SD seorang anak yang mempunyai perawakan cukup kekar, biasa dipanggil Buncing, teman sekolah juga teman main. Rutinitas sepulang sekolah biasanya main sepak bola, nyari anak burung atau berenang di sungai.

Gak tahu dapat ide darimana tiba tiba suatu hari si Buncing ngajak saya untuk ‘ngondol’,  istilah kami untuk aktifitas nyari ubi jalar yang tersisa sehabis dipanen sama pak petani. Biasanya masih ada ubi yang belum ke ambil dan muncul tunas baru saat tanah sedang dikosongkan sehabis panen. Dari cirri tunas baru itu biasanya kita gali tanahnya. Kalo sedang mujur dapat ubi yang cukup besar yang tidak kepanen.

Waktu itu hari Minggu, pagi pagi saya sudah berangkat keliling kampung. Nyari lahan yang habis dipanen. Setelah berkeliling jauh akhirnya nemu juga lokasi yang dimaksud.  Dari bekasnya terlihat kebun tersebut sudah dipanen sekitar semingguan dan sebagian lahan masih ada tanamannya.

Mulailah saya mencari  ubi yang tersisa. Beberapa tunas baru terlihat muncul.  Selalu ada harapan setiap mengorek2 tunas yang muncul. Harapan ada ubi besar yang belum tergali.  Tetapi…. Setelah beberapa kali menggali tunas, yang ada hanya ubi kecil atau hanya potongan ubi yang tersisa.

Tiba2……..Sayapun saling pandangan…he..he.. Disebelah tanah yang saya gali , masih ada kebun ubi yang belum dipanen. Pikiran nakal mulai muncul. Posisi pencarianpun mulai berpindah.  Yang sebelumnya di tengah tegalan sekarang beralih ke parit, batas antara 2 tegalan.

Dengan sedikit gerakan, dan mata mengawasi sekitar, tangan mulai mengorek ngorek tanaman sebelah, kebun ubi yang belum dipanen. Ternyata memang beda he..he.. dari tanah sebelah ubinya dapet yang gede gede..

Selagi asyik menggali ubi di tanah sebelah tiba tiba muncul sosok yang sedang mengawasi dari kejauhan. Sambil menaruh pikulan terdengar teriakan,

“ Hey !!!sedang apa kamu ??”. Sontak saya terkesiap, kaget bin kalap.

Sambil tergagap saya jawab, “La.. la…la …gi ngondol paaaak…”, jawab saya saking kagetnya.
Belum sempat mikir apa2 tiba2 terlihat orang tersebut mendekati sambil mengayunkan kayu pikulan

“Tak usah diondoli , awas kamu ya !!!” sambil teriak dia mulai mengejar. Tanpa pikir panjang sayapun lari tunggang langgang. Kondisi tanah yang berbentuk perbukitan menyulitkan saya untuk lari cepat. Malah kadang mau tabrakan sama si Buncing. Sekali sekali mata melihat kebelakang. Takut kesusul. Beberapa kali saya dan si Buncing loncat ke jurang kecil karena kondisi tanah yang berteras. Walaupun ngos-ngosan karena sedang puasa saya tetap lari kencang, susul menyusul sama si Buncing.

Sampai di suatu tempat sayapun mulai  terpojok !. Di depan saya ternyata ada sungai besar !!!... Dan lokasi cukup curam. Kami ada di pinggir tebing.  Kami saling berpandangan. Dari jauh masih terdengar suara orang yang tadi mengejar.  Kami tidak ada pilihan. Harus loncat ke sungai. Ketakutan akan ketinggian terkalahkan dengan ketakutan kalo sampai tertangkap sama yang ngejar. Takut dipukuli!!!.

Akhirnya…..

“Byuuuurrrrr !!!!! Sayapun loncat bersamaan. Untung bisa berenang. Dengan tenaga yang tersisa akhirnya selamat sampai ke tepian sungai. Terlihat sosok yang mengejar berdiri di pinggir sungai. Entah apa yang ada dipikirannya. Bisa puas ngelihat kami yang ketakutan atau bisa juga khawatir terhadap keselamatan kami. Tapi saya cukup lega melihat sosok itu mulai menjauh…

Setelah mengumpulkan tenaga sayapun berjalan kembali bareng si Buncing. Entah di daerah mana sayapun gak tahu. Lari tanpa arah dan berada di kampung orang cukup membingungkan. Akhirnya setelah dirasa aman sayapun istrirahat dibawah pohon kelapa. Duduk sambil sedikit tertidur. Ada rasa haus yang mencekat di tenggorokan.

Saat sedang asyik istirahat sambil memandang ke atas, terbesitlah pikiran nakal lagi. Ngelihat buah kelapa muda menggantung dipohon, ditambah rasa haus yang mencekik leher sayapun ngasih ide ke si Buncing

“Cing, kamu bisa naik pohon kelapa?”

“Bisa…, mau diambilin?”, jawab si Buncing langsung ngerti jalan pikiran saya. Dengan sedikit gerakan si Buncingpun langsung manjat. Ternyata jago juga dia. Dug…dug…2 buah kelapa dipelintir jatuh. Dengan dibanting ke tanah, akhirnya rasa hauspun terpuaskan seketika.

Setelah tenaga pulih sayapun mulai melanjutkan perjalanan. Nyari arah pulang ke rumah. Masih ada ketakutan ketemu orang yang ngejar. Arah pulangpun muter jauh. Mengelilingi kampung. Menjelang sore sayapun sampai di rumah

“Kemana aja kamu?”, tanya ibu saat ngelihat saya baru muncul. “dari tadi dicariin gak ada yang tahu, main kemana aja sih?”

“Habis main kerumahnya si Buncing”, jawab saya berbohong

“Masih kuat puasanya?”, tanya ibu penasaran.

“Masih lah, nih gak kelihatan jalan sampai loyo gini”, jawab saya berbohong lagi

“Sana mandi, ganti baju dan pergi ngaji”, suruh ibu tanpa curiga.

Sayapun segera mandi. Kaos yang tadi dipakai saya langsung umpetin. Takut nanti ketemu sama orang yang ngejar tadi. Saya masih inget tulisan dan gambar di kaos waktu itu.  “ Sealand” dengan gambar laut dan pohon kelapa.

“Memang sialan hari ini”, gerutu saya dalam hati. “Batal deh puasa hari ini”, ucap saya sok bijak.

Puasa tanpa makna. Hanya dapat lapar dan dahaga…he..he..











No comments: