Saat bulan puasa seperti ini saya
terkenang pengalaman menjalani puasa masa kecil. Walaupun lahir di kota Ciamis
tetapi masa kecil saya dihabiskan di daerah Pangandaran, tepatnya kampung Pajaten
desa Cikembulan. Karena berbatasan
dengan daerah Jawa Tengah sebagian masyarakatnya ada yang dari suku Sunda dan
sebagian suku Jawa. Teman masa kecil campur diantara kedua suku tersebut
sehingga sayapun rada mengerti kalo ada yang berbicara dalam bahasa Jawa.
Salah satu teman dekat semasa SD
seorang anak yang mempunyai perawakan cukup kekar, biasa dipanggil Buncing,
teman sekolah juga teman main. Rutinitas sepulang sekolah biasanya main sepak
bola, nyari anak burung atau berenang di sungai.
Gak tahu dapat ide darimana tiba
tiba suatu hari si Buncing ngajak saya untuk ‘ngondol’, istilah kami untuk aktifitas nyari ubi jalar
yang tersisa sehabis dipanen sama pak petani. Biasanya masih ada ubi yang belum
ke ambil dan muncul tunas baru saat tanah sedang dikosongkan sehabis panen. Dari
cirri tunas baru itu biasanya kita gali tanahnya. Kalo sedang mujur dapat ubi
yang cukup besar yang tidak kepanen.
Waktu itu hari Minggu, pagi pagi
saya sudah berangkat keliling kampung. Nyari lahan yang habis dipanen. Setelah berkeliling
jauh akhirnya nemu juga lokasi yang dimaksud.
Dari bekasnya terlihat kebun tersebut sudah dipanen sekitar semingguan
dan sebagian lahan masih ada tanamannya.

Tiba2……..Sayapun saling pandangan…he..he..
Disebelah tanah yang saya gali , masih ada kebun ubi yang belum dipanen.
Pikiran nakal mulai muncul. Posisi pencarianpun mulai berpindah. Yang sebelumnya di tengah tegalan sekarang
beralih ke parit, batas antara 2 tegalan.
Dengan sedikit gerakan, dan mata
mengawasi sekitar, tangan mulai mengorek ngorek tanaman sebelah, kebun ubi yang
belum dipanen. Ternyata memang beda he..he.. dari tanah sebelah ubinya dapet
yang gede gede..
Selagi asyik menggali ubi di
tanah sebelah tiba tiba muncul sosok yang sedang mengawasi dari kejauhan.
Sambil menaruh pikulan terdengar teriakan,
Sambil tergagap saya jawab, “La..
la…la …gi ngondol paaaak…”, jawab saya saking kagetnya.
Belum sempat mikir apa2 tiba2
terlihat orang tersebut mendekati sambil mengayunkan kayu pikulan
“Tak usah diondoli , awas kamu ya
!!!” sambil teriak dia mulai mengejar. Tanpa pikir panjang sayapun lari
tunggang langgang. Kondisi tanah yang berbentuk perbukitan menyulitkan saya
untuk lari cepat. Malah kadang mau tabrakan sama si Buncing. Sekali sekali mata
melihat kebelakang. Takut kesusul. Beberapa kali saya dan si Buncing loncat ke
jurang kecil karena kondisi tanah yang berteras. Walaupun ngos-ngosan karena
sedang puasa saya tetap lari kencang, susul menyusul sama si Buncing.
Sampai di suatu tempat sayapun
mulai terpojok !. Di depan saya ternyata
ada sungai besar !!!... Dan lokasi cukup curam. Kami ada di pinggir tebing. Kami saling berpandangan. Dari jauh masih
terdengar suara orang yang tadi mengejar. Kami tidak ada pilihan. Harus loncat ke
sungai. Ketakutan akan ketinggian terkalahkan dengan ketakutan kalo sampai
tertangkap sama yang ngejar. Takut dipukuli!!!.
Akhirnya…..
“Byuuuurrrrr !!!!! Sayapun loncat
bersamaan. Untung bisa berenang. Dengan tenaga yang tersisa akhirnya selamat
sampai ke tepian sungai. Terlihat sosok yang mengejar berdiri di pinggir
sungai. Entah apa yang ada dipikirannya. Bisa puas ngelihat kami yang ketakutan atau
bisa juga khawatir terhadap keselamatan kami. Tapi saya cukup lega melihat
sosok itu mulai menjauh…
Setelah mengumpulkan tenaga
sayapun berjalan kembali bareng si Buncing. Entah di daerah mana sayapun gak tahu. Lari tanpa arah dan berada di kampung
orang cukup membingungkan. Akhirnya setelah dirasa aman sayapun istrirahat dibawah pohon kelapa.
Duduk sambil sedikit tertidur. Ada rasa haus yang mencekat di tenggorokan.
Saat sedang asyik istirahat
sambil memandang ke atas, terbesitlah pikiran nakal lagi. Ngelihat buah kelapa
muda menggantung dipohon, ditambah rasa haus yang mencekik leher sayapun ngasih
ide ke si Buncing
“Cing, kamu bisa naik pohon
kelapa?”
“Bisa…, mau diambilin?”, jawab si
Buncing langsung ngerti jalan pikiran saya. Dengan sedikit gerakan si Buncingpun
langsung manjat. Ternyata jago juga dia. Dug…dug…2 buah kelapa dipelintir
jatuh. Dengan dibanting ke tanah, akhirnya rasa hauspun terpuaskan seketika.
Setelah tenaga pulih sayapun
mulai melanjutkan perjalanan. Nyari arah pulang ke rumah. Masih ada ketakutan
ketemu orang yang ngejar. Arah pulangpun muter jauh. Mengelilingi kampung.
Menjelang sore sayapun sampai di rumah
“Kemana aja kamu?”, tanya ibu
saat ngelihat saya baru muncul. “dari tadi dicariin gak ada yang tahu, main
kemana aja sih?”
“Habis main kerumahnya si Buncing”,
jawab saya berbohong
“Masih kuat puasanya?”, tanya ibu
penasaran.
“Masih lah, nih gak kelihatan
jalan sampai loyo gini”, jawab saya berbohong lagi
“Sana mandi, ganti baju dan pergi
ngaji”, suruh ibu tanpa curiga.
Sayapun segera mandi. Kaos yang
tadi dipakai saya langsung umpetin. Takut nanti ketemu sama orang yang ngejar
tadi. Saya masih inget tulisan dan gambar di kaos waktu itu. “ Sealand” dengan gambar laut dan pohon
kelapa.
“Memang sialan hari ini”, gerutu
saya dalam hati. “Batal deh puasa hari ini”, ucap saya sok bijak.
Puasa tanpa makna. Hanya dapat
lapar dan dahaga…he..he..